[FF/CHAPTERED/PG-16] Truth Chapter 1
Sunday 27 March 2011

Title : Truth
Author : Sarah Sucia Adler
Rating : PG-16
Main Casts : Choi Minho and Cheryl Horvejkul
Other Casts : SHINee, Nichkhun Horvejkul, Victoria Song
Genre : Thriller, Romance, AU, Mystery, Fantasy
Length : 3 Shots

Part : 1 of 3

A/N : This fanfic made for battle challange, but I wanna share with all of you. So please leave a comment after you read this fan fiction. Thanks.



***



One



Hari ini –seperti hari-hari biasanya aku melewati taman bunga lavender yang tak jauh dari sekolah dan seperti biasanya pula aku melihat gadis itu tengah berdiri menundukkan kepalanya sambil mengatupkan kedua tangan di depan dadanya. Apa dia sedang berdoa? Entahlah aku tidak tahu.



Dengan sedikit ragu aku memarkirkan motor besarku tak jauh darinya kemudian berdiri di sebelahnya. Dia tak kunjung menyadari keberadaanku dia masih dalam posisi sama seperti tadi, yang berbeda hanyalah kini dari ujung matanya muncul butiran Kristal indah yang jatuh melewati pipi pualamnya. Kami terdiam cukup lama. Sampai pada akhirnya bibirnya menyunggingkan senyuman terindah yang pernah kulihat. Dia menurunkan tangannya dan membuka mata sambil jemarinya menyeka bekas air matanya. Dia menatap ke arahku.



“Kau? Sedang apa kau di sini?” tanyanya heran.

“Melihat keindahan ciptaan Tuhan,” ucapku sambil kembali menatap taman bunga lavender yang amat sangat indah.

“Mereka memang indah.” Ucapnya sendu.

“Maksudku, Kau,” ujarku sambil menggaruk kepala yang tak gatal.

“Jangan menggodaku begitu Choi Minho.”

“Tapi itu memang benar.” Dia tersenyum dan membungkuk.

“Aku duluan.” Ujarnya dan mulai berlalu menjauhiku.

“Cheryl..” dia berbalik dan aku segera menghampirinya “Boleh aku mengantarmu pulang?”



***



“Aku pulang.” Teriak Cheryl ketika membuka pintu dan langsung masuk.

“Kau tidak menyuruhku masuk?” tanyaku.

“Bukankah kau hanya ingin mengantarku pulang?”

“Iya sih, tapi ‘kan..”

“Kau bicara dengan siapa Cheryl?” ujar seorang wanita muda yang tiba-tiba ada di hadapan kami.

“Oh ini temanku. Umma, kenalkan, Choi Minho,” Aku membungkuk. “Dan Minho ini ibuku, Victoria.”

“Mannaseo bangapseumnida,” ujarku.

“Mannaseo bangapseumnida.” Balasnya. “Kau sudah makan? Aku baru saja selesai memasak, kalau tidak keberatan tinggallah dulu sebentar dan ikut makan bersama kami. Sudah lama aku tidak ditemani makan.”

“Apa tidak merepotkan?” tanyaku agak malu, padahal aku sangat lapar.

“Tentu saja tidak, ayo masuk.”



Ku lihat Cheryl telah mengganti seragamnya dengan celana pendek dan kaos. Ia tengah asik membaca sambil berselonjor kaki si sofa. Aku tak henti menatapnya.



“Sudah sana makan dulu jangan menatapku seperti itu terus.” Ujarnya tanpa melepas pandangan dari buku yang dia pegang.

“E.. em.. kau tidak ikut makan?” tanyaku gelagapan.

“Belum lapar. Nanti saja.”

“Dia memang begitu, biarkan saja dulu. Nanti kalau lapar dia akan ambil makan sendiri, ayo sini.” Ujar ibu Cheryl. Aku menurutinya dan berjalan menuju meja makan, dan tidak kulihat ada satu pun foto di sini. Yang kulihat hanya sebuah lukisan besar dengan Cheryl, Ibunya dan seorang pria tampan –yang kupikir adalah ayahnya terlukis di sana. Di bawah lukisan besar itu tertulis ‘Keluarga Horvejkul’



***



Sejujurnya aku memang menyukai Cheryl Horvejkul, namun dia selalu saja bersikap dingin padaku dan entah mengapa aku malah semakin penasaran pada sikapnya itu. Bel masuk pertama masih 40 menit lagi, aku datang terlalu pagi hari ini. Tapi di tengah penyesalanku wanita yang kuidamkan datang. Rambutnya terurai manis dengan poni ke depan, seragamnya rapi dimasukkan, rok pendek di atas lututnya memamerkan kaki jenjang yang indah, kaus kaki putihnya tak sampai mata kaki, dan sepatu converse-nya rapi terikat. Aku tak sadar menatapnya dari atas hingga bawah seperti ini.



“Ada yang salah dengan penampilanku?” tanyanya membuyarkan pemikiranku.

“Tidak. Hanya saja kau terlihat cantik hari ini.” Dia mengeluarkan smirk-nya membuat jantungku berhenti berlonjak.



Dia masuk ke dalam kelas dan menaruh tasnya di atas meja miliknya. Kemudian melangkah menuju pintu.



“Mau ke mana?” ujarku.

“Taman. Bel masih lama.”

“Boleh aku ikut?”

“Dapatkah aku melarang seorang Choi Minho?” aku tersenyum dan mengikutinya berjalan meninggalkan kelas.



Sesampainya di taman dia langsung membaringkan tubuhnya di atas rerumputan hijau. Dia terlihat sangat nyaman seolah tempat itu adalah rumahnya. Dia menutup mata dan merentangkan kedua tangannya. Aku duduk di sebelahnya sambil menatapinya tiada henti. Dia menggumamkan sesuatu yang tak dapat ku dengar. Hanya seperti bisikan lembut berirama riang yang tak dapat ku terka.



“Kau bicara sesuatu?” tanyaku.

“Tidak.. aku hanya mengucapkan salam.”

“Pada?”

“Apa kau percaya pada makhluk selain manusia?”

“Emm..” aku berpikir agak lama. Aku memang tidak terlalu percaya, tapi sepertinya dia tidak sedang bercanda. Dia menatapku dengan tatapan bertanya. Dan aku masih tak punya jawaban. Kemudian dia menghela napas kecewa.

“Jika kau tidak percaya. Aku akan kedengaran bodoh jika menceritakannya padamu.”

“…” aku terdiam, agak menyesal membuatnya kecewa pagi-pagi begini.

“Ah sudahlah. Umma menanyakanmu terus. Kapan kau akan ke rumah lagi katanya.”

“Kapan pun kau mau Cheryl,” ujarku refleks.

“…” tampaknya dia tak mendengar pernyataanku. Dia sedang sibuk bermain dengan rerumputan. Tangan mungilnya menyentuh ujung rerumputan dengan lembut. Aku hanya dapat tersenyum heran. Aku mengacak rambutnya. Dia membuka matanya dan menatapku bingung. Aku masih mengelus kepalanya dan dia terlihat sangat nyaman akan itu.

“Kau seperti appa.”

“Apa?”

“Appa selalu memperlakukanku seperti ini. Aku merindukannya.” Ucapnya sendu.

“Memang appamu ke mana?”

“Dia ada di suatu tempat yang tak boleh aku datangi.”

“Tapi dia pulang dalam beberapa waktu bukan?”

“Ya, jika saja perbandingan waktunya sama. Maka aku dan umma tak akan serindu ini padanya.”



Aku tidak mengerti apa yang dia bicarakan. Tapi aku hanya bungkam. Aku tak ingin semua pertanyaanku malah membuatnya makin bersedih. Aku masih mengelus puncak kepalanya dan kuberanikan diri untuk mencium keningnya. Dia terlonjak kaget namun tetap diam.



***



Tadinya aku ingin mengantar Cheryl pulang. Tapi aku ada urusan dengan Jonghyun sunbae mengenai pertandingan basket yang akan diselenggarakan sebentar lagi. Yah mau bagaimana lagi aku tidak bisa menolak. Posisi kapten basket sudah ku pegang dan aku harus bertanggung jawab akan itu.



Sudah tiga puluh menit aku menunggu Jonghyun sunbae, tapi dia tak kunjung datang. ada apa ini? Tidak biasanya Jonghyun sunbae terlambat. Dia adalah orang paling tepat waktu yang pernah aku kenal. Berkali-kali aku meneleponnya tapi sama sekali tidak diangkat. Pesanku pun sama sekali tak dihiraukannya. Sedikit banyak aku jadi cemas, jangan-jangan terjadi sesuatu padanya. Sekali lagi ku telepon ponselnya. Beberapa saat menunggu akhirnya panggilanku tersambung.



“Yoboseyo.. sunbae.. yoboseyo..”

“…” tidak ada jawaban hanya suara-suara aneh.

“Sunbae.. sunbae apa yang terjadi?” aku makin mengeraskan suaraku.

“Minho-ssi..” dia tahu aku meneleponnya.

“Sunbae kau di mana? Sunbae.. ada apa?” kecemasanku semakin tidak karuan. Perasaanku sangat tidak enak. Sesuatu pasti terjadi padanya. Tapi apa? Di mana? Kenapa?

“Kumohon pergilah..” pinta Jonghyun sunbae pada seseorang –entah siapa itu. Aku terdiam mendengarkan percakapan mereka –yang kedengarannya malah seperti monolog Jonghyun sunbae karena yang diajak bicara tak jua bersua. “Aku sama sekali tidak mengenalmu. Aku bahkan tak tahu apa salahku. Kenapa kau..” ucapan Jonghyun sunbae terhenti seketika setelah ada bunyi benturan benda tumpul. Dan hanya keheningan yang dapat aku dengar. Tunggu, suara kendaraan dan dentuman jam saat jarum panjang tepat ke angka 12.



Dia pasti di parkiran sekolah!



Aku berlari ke tempat yang ku tuju. Setibanya di sana aku melihat Jonghyun sunbae tengah terkapar tidak berdaya di tanah. Kepalanya berdarah, di lengannya ada beberapa sayatan yang mengeluarkan cairan merah itu pula. Pipinya lebam dan dadanya naik turun tak karuan.



“Sunbae.. apa yang terjadi sebenarnya?” tanyaku masih bingung.

“…” Dia tidak menjawab –masih mengatur napas. Aku membantunya berdiri, melingkarkan lengannya di leherku dan memapahnya ke ruang kesehatan.



Aku mengambil bola kapas dan membasahinya dengan revanol, lalu aku bersihkan luka yang ada di sekitar lengannya.



“Sunbae, mengapa bisa seperti ini?” tanyaku.

“Aku tidak mengerti. Tiba-tiba saja ada seseorang mencekik leherku. Jelas aku meronta. Tapi kemudian dia mengeluarkan pisau dan melukaiku.” Tanpa ku sadari bantal putih yang dipakai oleh Jonghyun sunbae sebagian berubah warna menjadi kemerahan.

“Omo! Sunbae kepalamu.” Dia memegang kepalanya dan ketika dilihat tangannya sudah berlumuran darah segar.

“Aish.. jinja..”



Kudengar suara pintu terbuka. Masuklah Cheryl beserta seorang pria yang sepertinya pernah kulihat. Benar dia adalah pria dalam lukisan itu –Tuan Horvejkul.



“Minho-ssi. Sunbae itu..” ucapan Cheryl terhenti, sepertinya dia tidak sanggup untuk berkata.

“Entah atas dasar apa penyerangan ini terjadi. Aku tidak tahu,” ujarku.

“Maaf bisakah kalian berdua keluar dulu sebentar?” tanya Tuan Horvejkul.

“Apa yang akan kau..” Cheryl menggenggam tanganku dan menarikku pergi. Tentu saja kau tak dapat menolak.



Di luar ruangan hanya kegelisahan yang menyelimuti Cheryl. Kenapa gadis ini? Kenapa dia terlihat sangat cemas? Apakah dia mengenal Jonghyun sunbae? Atau kah dia memikirkan hal lain? Banyak sekali pertanyaan berkecamuk di otakku dan aku sungguh tak mengerti. Dan kuputuskan untuk mengabaikannya.



“Semua akan baik-baik saja.” Suaraku membuatnya mendongak dan tersadar dari pemikirannya yang tak dapat kubaca.

“Belum tentu. Mereka bisa saja melukai lebih banyak manusia. Aku benar-benar takut.”

“Siapa mereka?” aku menatap langsung ke arah matanya yang hitam.

“…” dia terdiam, kemudian menunduk. Sungguh aku tak mengerti. Aku lalu memeluknya dan membelai rambutnya.

“Tidak apa. Jangan katakan jika kau memang tidak ingin mengatakannya. Sudahlah.” Sepertinya Cheryl menangis. “Uljima.”



Tuan Horvejkul keluar dari dalam ruangan. Aku dengan cepat melepaskan pelukanku.



“Semua sudah diatasi. Dia tidak akan apa-apa tenang saja.” Tuan Horvejkul mengelus puncak kepala Cheryl.

“Appa, ini Choi Minho dan Minho ini ayahku Nichkhun.”

“Senang berkenalan denganmu, Nak.” Kami berjabat tangan. Genggamannya tegas tapi tangannya sangat hangat dan wangi lavender tercium kuat dari tubuhnya.

“Aku juga sangat senang berkenalan denganmu.”

“Minho, bisakah kau mengantar putriku pulang? Aku.. em.. masih ada urusan.” Ujarnya.

“Tentu.”

“Cheryl, jika ada sesuatu lagi langsung beri tahu aku. Titip salam untuk umma ya.” Tuan Horvejkul mencium kening Cheryl setelah berkata. Cheryl langsung memeluknya.

“Tak dapatkah kau tinggal lebih lama? Hanya untuk semenit saja bertemu umma dan menciumnya. Semenit saja.” Ujar Cheryl penuh harap.

“Kau sudah tahu jawabannya, Sayang. Maafkan kesalahan Appa yang telah mencintai umma. Dan maafkan appa yang telah membuatmu terjebak dalam ketidakpastian.”

“Jangan pernah bicara seolah mencita itu adalah kesalahan.”

“Appa harus pergi.” Tuan Horvejkul melepaskan pelukan dan berlalu tanpa sedikit pun menoleh.



Ku lihat Cheryl masih tertunduk sendu.



“Jangan bersedih masih ada aku,” ujarku dia hanya tersenyum untuk membalas pernyataanku “Aku antar Jonghyun sunbae pulang dulu baru kita ke rumahmu.” Cheryl mengangguk dan kami masuk ke dalam ruang kesehatan.



Jonghyun sunbae sudah terduduk di ranjang dengan bingung.



“Sedang apa aku di sini?” tanyanya.

“Kau tadi diserang seseorang, jadi aku bawa ke sini.”

“Diserang?” dia seperti berusaha mengingat.

“Kau lupa? Coba lihat saja tangan..” aku terdiam melihat seluruh bekas sayatan di tubuhnya menghilang.

“Tanganku kenapa?”

“Coba kau pegang kepalamu,” titahku. Dengan segera dia memegang kepalanya. Dan tidak ada apa-apa. Aku menatap Cheryl, dia hanya menggigit bibirnya pelan.

“Kenapa?” tanya Jonghyun sunbae lagi.

“Ah tidak Sunbae, tadinya ‘kan kita mau membicarakan masalah pertandingan basket bukan?” aku mengalihkan pembicaraan.

“Begitu ya? Dapatkah kita membicarakannya nanti? Sepertinya aku merasa sedikit pusing dan tidak enak badan.”

“Baiklah kalau begitu.”

“Maaf ya Minho-gun.”

“Gwencana Sunbae. Istirahat saja yang baik. Perlu kuantar?” aku masih mengkhawatirkan keadaannya.

“Tidak perlu. Aku bawa motor, lagi pula kasihan kekasihmu itu.” Ujarnya sambil bangkit dari ranjang “Aku duluan ya.” Dia berjalan pergi.



***



Dia memintaku berhenti di taman bunga lavender, aku hanya menurutinya dan dia langsung menatap hampa hamparan keunguan yang menyejukkan ini.



“Cheryl..”

“Ya?”

“…”

“Ada apa?”

“Aku telah menyukaimu sejak lama. Saat pertama kita masuk Chungdamn. Itu hampir dua tahun yang lalu. Semakin lama aku semakin menyukaimu. Aku tak kuat melihatmu sendu. Aku suka meliat senyumanmu. Sampai akhirnya beberapa waktu lalu aku melihatmu di sini di taman bunga lavender ini. Dan aku telah sadar bahwa ku bukan hanya menyukaimu tapi juga mencintaimu.” Dia menatapku. “Maukah kau menjadi kekasihku?”

“Kau tahu, aku juga merasakan hal yang sama denganmu. Tapi.. aku bukanlah seperti yang kau kira. Kita berbeda. Aku tak ingin menyesal nantinya.”

“Bukankah tadi kau sendiri yang bilang pada ayahmu kalau tak ada kesalahan dalam cinta? Jika cinta kita tidak salah maka tak akan ada penyesalan.” Dia terdiam dan menangis. Dengan segera aku memeluknya.

“Apa aku menyakitimu?” tanyaku.

“Tidak bukan itu.”

“Kalau begitu tak perlu menangis.” Dia masih saja terisak.

“kau tahu? Tadi appa bilang kau mencintaiku sama seperti appa mencintai umma.”

“Dan?”

“Dan rasa cintaku padamu akan seperti umma yang tak akan pernah mengenal batas.”

“Artinya kau mau..”

“Ya. Aku milikmu sekarang.” Aku memeluknya dan mengecup puncak kepalanya.

“Gomawoyo. Saranghae.”



***



“Appa, ketika kau ditanya ‘apakah kau percaya atau tidak pada makhluk selain manusia’ apa yang akan kau jawab?”

“Ke.. kenapa kau bertanya seperti itu Minho?”

“Karena calon menantumu menanyakannya padaku.” Jawabku santai.

“Calon menantu? Kau ini masih SMA sudah memikirkan hal seperti itu.”

“Tak apalah, Appa. Bagaimana? Apa yang akan kau jawab?”

“Aku percaya.”

“Kenapa?”

“Sebelum ku jawab mengapa, kalau kau sendiri apa jawabanmu?”

“Aku masih belum bisa percaya karena aku belum melihat mereka.”

“Tapi mau tidak mau kita harus percaya. Karena kau ada sekarang in..”



Ucapan appa terhenti oleh suara telepon.



Dan aku tetap tidak tahu alasan appa.



***



Aku ada urusan dengan Jin Ki sunbae dulu tadi sehingga aku tak dapat mengantar Cheryl pulang. Tapi setelah ini pun aku akan segera bergegas ke rumahnya. Aku berjalan dengan santai ke parkiran sekolah. Tapi sedari tadi aku merasa ada orang yang mengikutiku terus. Ketika aku menoleh tak ada siapa pun. Mungkin hanya perasaanku saja. Tapi semakin aku berusaha menenangkan diri aku semakin gelisah. Memang tak ada hentakkan kaki yang mengikuti tapi aku merasa diawasi dan berada dekat dengan seseorang. Sekali lagi aku menoleh dan masih tidak ada siapa-siapa.



Lalu tiba-tiba ada yang menyingkat kakiku membuatku hilang keseimbangan dan jatuh keningku menyentuh tanah sehingga berdarah, aku berbalik dan seorang pria misterius tengah mengacungkan belati di hadapanku.



“Kau mau apa?” dia hanya menyeringai tak berarti lalu mencekikku. Tangannya hangat sama seperti tangan Tuan Horvejkul tapi aku tahu itu bukan dia. Aku mulai sulit bernapas kemudian dengan segenap tenaga aku berusaha mendorongnya menjauh dariku. Entah dia terlalu kuat akua tenagaku yang tak mampu menanganinya dia makin terus membuatku sesak. Dia menusukkan belatinya di dekat selangkaku dan menggoresnya dengan cepat hingga kemejaku robek dan darah mencuat dari sana.

“Aaaaaaah..” teriakku ketika luka itu ternganga. “Siapa kau? Apa yang.. kau.. inginkan dariku?” tanyaku terbata.

“Dia beberapa kali menusukkan belati itu ke perutku. Hingga kemejaku penuh dengan bercak merah. Bahkan tanah pun ikut terbanjiri oleh darahku. Aku sama sekali tak dapat melawan. Melawan pun percuma ketika kupukul dia seperti tak merasakan apa-apa.


Dengan keadaan setengah sadar aku masih dapat melihat sosok orang yang paling aku cintai.


“Cheryl.. ku..kumohon.. per..gi.. pergi dari.. sini..”

*To Be Continue*

Labels: ,

Hello...please, call me Riana but if you are younger than me, just call "Riana Unnie"...I'm the owner of this site, i'm addicted to SHINee and Suju...My Fav. member is Minho & Taemin from SHINee and Siwon,Hangeng & Donghae from Suju...So, i'm an ELF and Shining from Indonesia..Hope someday, i can met all of them...;)
If you want to ask something, contact me rierie.destiny@gmail.com.

My Music




SEI's Account :
♥ Facebook Group
♥ Fanpage
♥ Wordpress
♥ Formspring
♥ Twitter
My Visitors

Web Site Hit Counters

free counters
Archives
Affiliates


Please, Comment Here...^^

ShoutMix chat widget
Hello...please, call me Riana but if you are younger than me, just call "Riana Unnie"...I'm the owner of this site, i'm addicted to SHINee and Suju...My Fav. member is Minho & Taemin from SHINee and Siwon,Hangeng & Donghae from Suju...So, i'm an ELF and Shining from Indonesia..Hope someday, i can met all of them...;)
If you want to ask something, contact me rierie.destiny@gmail.com.

My Music




SEI's Account :
♥ Facebook Group
♥ Fanpage
♥ Wordpress
♥ Formspring
♥ Twitter
My Visitors

Web Site Hit Counters

free counters
Archives


Daily Reader
Cynna | Cynna | Cynna | Cynna | Cynna

Polling
Recent Visitors
L
O
V
E
i
SEI's Minihompy... This is a place where you can share your FanFiction about SHINee and Suju...So, who wanna share your FanFic, please send it to our e-mail shawol.elf.indo@gmail.com Thanks....;)